Menurut saya, santap sahur itu paling nikmat kalau bisa makan nasi hangat ditambah ayam dan ikan bandeng goreng, dicocol sambal bawang pedas, pakai lalapan mentimun, selada hijau dan kol segar. Lalu minumnya air putih dan susu hangat. Ditutup dengan makan 3-5 butir kurma. Lebih-lebih kalau makannya ramai-ramai bareng keluarga. Ahh, mantap!
Itu yang ideal menurut saya. Menurut orang lain barangkali beda. Tergantung selera.
Tetapi, pada dasarnya apapun menu masakannya dan dengan siapapun teman makannya, bukan masalah besar bagi saya. Saya tetap bisa makan sahur walau hanya dengan 3-4 lembar roti tawar dan selai cokelat. Saya tetap bisa makan sahur walau sendirian.
Itulah yang saya alami saat Ramadan empat tahun silam. Tahun 2018 adalah Ramadan paling berkesan dalam 24 tahun hidup saya. Untuk pertama kalinya, saya merasakan Ramadan jauh di negeri orang. Jauh dari keluarga dan kerabat.
Meski cuma di Malaysia, yang jaraknya tak seberapa dari Surabaya. Tetapi Ramadan yang dijalani di tempat asing tentu memberi pengalaman yang berbeda. Sangat berkesan dan membekas lama dalam ingatan.
Saya memang sudah jadi anak kos selama 6 tahun, tepatnya sejak 2012, saat masuk kuliah. Tetapi jarak Batu-Surabaya saat itu bisa dipangkas dengan mudah hanya 2 jam perjalanan bus atau kereta. Kalau Batu-Johor Bahru... Emm, beda ceritanya. Tidak bisa begitu saja saya pulang suka-suka. Paling tidak harus naik pesawat 2 jam, itu pun jika penerbangan direct dari Senai ke Juanda, tanpa transit kemana-mana. Lalu dilanjutkan perjalanan darat sekitar 2 jam juga.
Jarak memang menjadi pembeda paling utama antara Ramadan 2018 dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun sebetulnya bukan cuma itu, ada banyak sekali perbedaan yang saya rasakan ketika menjalani bulan puasa di negeri orang. Dan, setidaknya ada tiga perbedaan yang paling saya rasakan. Itulah yang ingin saya ceritakan kepada pembaca sekalian.
Semoga cerita ini bisa menghibur dan memberi pengalaman baru bagi kamu yang saat ini sedang membaca tulisan ini!
Tidak Tahu Kapan Waktu Imsak, Subuh dan Berbuka
Kawan, kita harus bersyukur di Indonesia tercinta ini ternyata banyak sekali masjid dan musala. Sebagai negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia, tempat ibadah dan salat mudah sekali ditemukan di negara ini. Dalam satu desa atau kelurahan saja bisa lebih dari satu. Kalau semua masjid dan musala di negara ini dijumlahkan, entah berapa banyaknya.
Ketika waktu salat tiba, kita bisa mendengar azan dari berbagai penjuru saling bersahutan. Riuh dan nyaring. Berbagai jenis warna suara dan irama. Dari yang dikumandangkan anak-anak sampai kakek-kakek lanjut usia.
Saya baru tahu kalau hal yang terlihat sepele ini ternyata bisa menjadi nikmat yang luar biasa.
Sejak kecil sampai saya tinggal sendiri di kos-kosan, saya selalu dikelilingi tempat ibadah. Cukup jalan kaki kalau ingin pergi ke masjid atau musala. Di Johor, saya harus naik kendaaran dulu kalau mau pergi ke masjid yang terdekat dari apartemen tempat saya tinggal. Mau jalan kaki? Bisa-bisa gempor kaki sebelum sempat tiba di tempat tujuan.
Saya tinggal di kawasan Taman Universiti, Johor Bahru, lokasinya tepat di depan AEON Mall. Jarak dari tempat tinggal ke surau terdekat adalah 2,1 km, sekitar 2,5 km kalau ke masjid. Jarak ini rasanya sulit kalau harus ditempuh jalan kaki, apalagi ketika sedang berpuasa.
Karena alasan ini pula suara azan atau seruan lainnya tidak sampai di tempat saya. Sudahlah suara azan tak nyaring, ditambah lagi jarak rumah ke sumber suara jauh pula. Double combo! Akibatnya saya jadi tidak tahu kapan waktu imsak, subuh, berbuka atau waktu-waktu salat lainnya. Aplikasi waktu salat di handphone lah yang jadi senjata utama saya kala itu.
Tidak Bisa Salat Tarawih Berjamaah
Masih berkaitan dengan poin di atas, karena letak tempat ibadah yang jauh, membuat saya tidak bisa melakukan salat tarawih berjamaah. Padahal bulan Ramadan selalu identik dengan tarawih dan ibadah-ibadah lain di masjid. Tapi sayang, selama di Malaysia saya sulit melakukan itu semua.
Sebetulnya saya bisa saja berjamaah di masjid kampus atau masjid manapun. Tetapi saya butuh teman yang bisa mengantar-jemput saya, dari rumah ke masjid dan sebaliknya. Itulah masalahnya! Saya tidak mungkin terus-terusan merepotkan teman-teman di sana. Ada rasa segan dan tak nyaman. Mereka bukan sopir pribadi. Pun mereka juga punya kesibukannya sendiri-sendiri.
Jangan bertanya, kenapa tidak naik Grab atau transportasi online lainnya? Pemirsa, bayangkan kalau setiap hari saya harus pulang-pergi bayar ongkos naik taksi. Bisa-bisa tekor bandar!
Tak apalah, toh saya bisa salat sendiri di rumah. Atau jamaah berdua saja dengan Mbak Riska, roomate tercinta, yang sama-sama dari Surabaya. Anggap saja penghematan waktu, tenaga dan biaya. Bisa dialokasikan untuk bekerja di lab kampus yang bisa membuat saya berangkat pagi pulang petang. Salat tarawih sendiri pun bisa lebih santai, tak diburu waktu.
Citarasa Makanan Berbeda
Indonesia-Malaysia masih serumpun. Tetangga sebelah. Kita dan mereka sama-sama negara dengan budaya yang beraneka ragam. Jadi kulinernya pun sama-sama beragam, meski didominasi dengan makanan Asia-Melayu. Seperti nasi Padang yang mirip dengan nasi lemak. Atau chinese food yang sama-sama bertebaran seperti cendawan di musim hujan.
Tetapi, saya menemukan jenis makanan yang sangat baru bagi lidah saya yang seumur hidup makan makanan Jawa. Indian food! Masakan India yang ada di Indonesia rasanya berbeda dengan masakan India yang ada di Malaysia. Di sana, kari ayam punya rasa rempah yang lebih kuat dan beraroma. Yang mungkin tidak cocok bagi orang yang tidak suka makanan rempah.
Itulah kenyataan yang saya hadapi setiap hari. Tempat saya tinggal berhadapan langsung dengan restoran India-Arab yang (sepertinya) buka 24 jam. Satu-satunya rumah makan terdekat yang tersedia sepanjang hari adalah Al-Fattah. Itulah yang membuat saya mau tidak mau sering makan masakan India.
Apa benar tidak ada pilihan lain? Ada! Kalau mau berjalan lebih jauh, saya bisa saja menemukan rumah makan Padang atau kedai nasi lemak. Tapi kalau harus beli pagi-pagi buta untuk makan sahur... Ah, saya sudah pesimis duluan. Lebih baik masak mi instan di rumah saja. Toh sebungkus Indomie, nasi dan Milo hangat juga sudah cukup untuk bekal puasa seharian.
Ada kalanya saya bosan dengan menu yang itu-itu saja. Maka, burger 5 RM (Ringgit Malaysia) yang jadi pilihan. Tepat di depan halaman parkir Al-Fattah ada sebuah container burger yang menawarkan kuliner jalanan menggugah selera.
Hanya dengan 5 RM saya sudah bisa membawa pulang seporsi burger telur yang cukup mengenyangkan. Kalau mau tambah, menu yang ditawarkan lebih menggoda lagi. Burger ayam bisa dibeli seharga 7 RM, daging sapi 8 RM, ditambah keju 9 RM, kalau ekstra telur 10 RM. Jangan lupakan juga kentang goreng 5 RM. Mahasiswa rantau seperti saya tentu tidak sanggup menolak!
Untungnya saya masih bisa merasakan menu yang bermacam-macam ketika berbuka puasa. Saat menjelang maghrib tempat makan lebih banyak yang buka. Yang terdekat tentu saja Food Court di AEON Mall.
Seporsi club sandwich Subway (udah berasa kayak Song Hye Kyo lagi main drakor karena saking seringnya liat Subway jadi sponsor di drama haha), lengkap dengan soft cookies dan cola, rasanya cukup untuk menggantikan kalori yang hilang setelah puasa penuh seharian. Atau, kalau sedang kangen masakan rumahan, saya biasanya membeli lalapan ayam atau nasi goreng, yang ternyata penjualnya adalah saudara sendiri, sesama orang Indonesia.
PENUTUP
Suasana Ramadan yang berbeda ketika di negeri orang, membuat saya menyadari betapa nikmatnya tinggal di Indonesia. Masjid dan musala tersebar di mana-mana, dekat dengan keluarga dan sahabat, salat jamaah lancar, pun makan apapun bisa.
Meski demikian, berpuasa di Malaysia tetap memberi kesan mendalam dan membekas dalam ingatan. Kelak saya bisa menceritakan pengalaman ini kepada anak keturunan di masa depan.
Lain waktu, saya akan bercerita lagi pengalaman lainnya selama menjalani joint research di sana. InsyaAllah... Semoga pembaca betah dan berkenan menyimak cerita lainnya.
Bagaimana denganmu? Adakah pengalaman Ramadan yang paling berkesan dalam hidupmu?
Pengalaman yang menarik, semangat menjalani ramadhan tahun ini. Semoga senantiasa diberikan rahmat dan anugerah dari-Nya
ReplyDeleteAamiin ya robbal 'alamiin. Semangat!! Semoga dilancarkan ibadah-ibadahnya ya...
Deletemenarik nih, kayanya mbak nih bakal jadi penulis handal.. bisa bikin naskah film bertema tentang perjalanan hidup.. hehee..
ReplyDeleteartikelnya bagus bgt mbak, sya suka bacanya, rapi bgt
terimakasih telah berbagi informasinya.. mampir yuk ke blog saya tegaraya.com
hahaha, bahaya nih komennya bikin aku halu... naskah film apaan, orang nulis di blog aja kadang masih suka asal-asalan wkwk
DeleteWuihh keren banget kk. Saya malah gak pernah Ramadhan di LN. Tapi kenapa kk kul di sana? Keknya kampus di Indonesia rata2 lebih bagus deh
ReplyDeleteemm, tergantung sih... di Malaysia banyak juga kampus yang bagus, UTM ini salah satunya.. aku dua kali ke Malaysia, ke dua kampus bagus terus di sana...
Deletetapi dulu itu joint research ke UTM karena emang kampus dan tim riset dosen udah ada MoU dengan salah satu lembaga riset UTM, jadi ya di sana... begitu hehe
Mungkin di malaysia ada aturan tertentu kali iya untuk penempatan mesjid. jadi jarak berapa km baru ada mesjid. Kalau di Indonesia kan bisa jeda 20 rumah, ada musholla lagi.
ReplyDeleteAku tim yang beli makanan sahur dari malam. kadang kalo kebanyakan bisa jadi untuk makanan pas buka puasa juga hahahaha antara irit sama pelit yee beda tipis.
semangat di malaysia kaa. tapi kayaknya seru deh
bisa jadi... kayaknya emang di luar negeri ada aturan tertentu tentang rumah ibadah... nggak kayak di Indo ya, kemarin kemenag mau bikin aturan tentang speaker masjid aja semua heboh....
Deleteitu yang heboh udah liat negara tetangga belum sih wkwkwk, eh jadi julid yak
Wah wawasan baru nih dari cerita pengalamannya. Saya kaget lho baru tahu kalau Malaysia jarang masjid/mushola, padahal kan Maysia kan negara yang banyak Muslim-nya juga. Masak harus kesulitan cari masjid/mushola?
ReplyDeletesama, saya pertama kali ke sana kayak culture shock... tapi emang itu keadaannya...
Deleteaku tahun sebelumnya juga ke Malaysia tapi negara bagian yg lain, itu juga jarang banget liat masjid atau musala... jalannnya jauh banget kalo mau ke masjid
eh tapi tapi..... masjid di sana buagus buagus yaaaaa, dan mukenanya wangi-wangi :D
Beda daerah beda kebiasaan ya kak. Tapi sahur dengan roti dan azan berbuka yang ga kedengaran cukup mengejutkan deh hahh
ReplyDeleteiya, betul... maklum mbak, anak kos.. kadang itu kalo males cari makan, malaes keluar, tapi keburu waktu sahur habis ya mau gak mau makan sahur cuma roti wkwk
Deletekalo pas di Malaysia itu emang jarang banget aku tuh dengar azan, karena ya jauh, dan speakernya gak yang kenceng gitu...
Saya juga sangat suka ikan bandeng goreng.. belum pernah saya keluar negeri meskipun ke malaysia
ReplyDeletetosss!! ikan bandeng emang juara sih...
Deletesemoga lain waktu ada kesempatan ke luar negeri ya kak, aamiin
Di Malaysia ternyata masjidnya nggak sebanyak di Indonesia ya mbak, yang kadang hampir tiap 1 km ada masjid..
ReplyDeleteAkkk aku pernah merasakan itu juga pas buka puasa di Masjid Kagoshima (Jepang)... Makanannya kare, kare dan kare... Sampai aku eneg dan nggak mau makan kare setahun lebih.
Ya gimana.. dominasi orang Bangladesh sama Pakistan ini yang membuat menu buka puasa di masjid jadi serba kare.
betuuul... udah kalo di mana ada orang India Pakistan di situ pasti ada kare, canai, chicken tandoori :D
Deletetapi kadang aku kangen juga sama masakan mereka di Malaysia tuh, pengen ke sana lagi hehe
pengalaman ramadhan di jogja juga asyik sih, bisa berbuka puasa gratis dengan beragam menu yang di sediakan banyak masjid disini, wkwkwk
ReplyDeletewah selamat yaa.... lain kali coba cari pengalaman ke daerah/negara lain, biar semakin terbuka wawasannya...
Deletedunia ini gak sesempit itu dude...
Kaak seru banget baca pengalaman ramadhan disana. Aku punya saudara yang tinggal di malaysia, ceritanya hampir sama kalau jarak masjidnya jauh.. jadi kadang terpaksa harus tarawih dirumah ataupun kalau mau ke masjid harus dari berapa jam sebelumnya. Thank yaa kak sudah berbagi pengalamannya
ReplyDeletenah kan, emang gitu.. masjidnya jauh, nggak kayak di Indonesia, tiap kilometer ada wkwk...
DeletePernah tinggal di sabah selama sebulan dan pengen banget lanjut kuliah disana memang beda rasanya dan penuh perjuangan tapi seru hehe
ReplyDeleteiya, pengalaman yang berbeda banget ke luar negeri tuh... kayak membuka wawasan kita tentang dunia, gak sempit di situ-situ aja...
DeleteSelalu ada hikmah dibalik cerita ya kak, kalau kk tidak cerita seperti ini, kita yang di indo tidak tau rintangan jika melaksanakan puasa di negeri orang.
ReplyDeleteramadan dikota atau negar yang berbeda membuat kita harus beradaptasi lebih banyak, mulai dari kebiasaan, cita rasa dan zona waktu juga.. namun bikin banyak pelajaran dan pengalaman yang berbeda dalam hidup kita.... thank ya kak atas pengalaamannyaaaa
ReplyDeletesama-sama... semoga bisa menambah wawasan ya kak :)
DeleteUntuk semenanjung malaysia (Malaysia Barat) memang memiliki perbedaan yang cukup tertara ya kak dengan kita Indonesia, Tapi kalau malaysia timur seperti sabah dan serawak itu, sangat memiliki kemiripan dengan tempat tingggal saya sekarang yaitu kota sambas Kalimantan Barat. Tetapi Teh tarik nya itu enak sekali kak he.
ReplyDeletepertama kali aku menjejakkan kaki ke Malaysia, itu di Penang, bukan Johor, langsung nyoba teh tarik.. dan emang nagihi banget itu tehnya wkwk
Deleteberarti di Brunei kira-kira ya sama juga ya kak?
Tiap baca tulisan kakak, jiwa travelling saya selalu membuncah ingin bisa jalan-jalan keliling dunia hehe
ReplyDeleteaamiin... semoga suatu saat ada kesempatan buat jalan-jalan ke berbagai negara yaaa.... semangat :D
DeleteSjauh ini gk pernah ke luar negeri jadi gk tau rasanya, hahaba
ReplyDeletesemoga lain kali ada kesempatan ke luar negeri ya kak, hehe
Deletetapi semoga pengalaman saya bisa menambah wawasan yaa...
makasih :)
Duh ingat malaysia, jadi ingat sahabat pena yang sudah lost contact... hiks..hiks..hiks
ReplyDeletewah asik tuh punya sahabat pena dari beda negara, dicontact lagi lah kak... hehehe
DeleteSemoga saya bisa berkunjung kesana.. Meskipun sedih juga rasanya jarang mendengar azan disana..
ReplyDeleteAamiin allahumma aamiin. Semangat mbak, yuk bisa yuk..
DeleteKalo tinggalnya dekat masjid/surau masih memungkinkan dengar azan mbak. Hehe. Btw, di sana tempat ibadah bagus2 semuaaaaa adem bikin betah banget