Yeorobun, bullying atau perundungan menjadi isu kenakalan remaja masa kini yang sangat meresahkan dan makin marak terjadi. Akhir-akhir ini rasanya sering sekali kita membaca berita terkait bullying di media massa.
November 2022 lalu, seorang anak SMP di Bandung dipakaikan helm kemudian ditendang kepalanya sampai pingsan. Juni 2022, seorang siswa MTS di Sulawesi Utara mengeluh sakit dan harus menjalani perawatan medis. Nahasnya, ia tidak tertolong dan meninggal dunia. Penyebabnya diduga karena perundungan oleh teman-temannya yang bahkan tidak diketahui oleh pihak guru.
Ada yang lebih menyesakkan lagi. Kemarin aku membaca sebuah berita, seorang bocah 11 tahun di Banyuwangi bunuh diri akibat sering dibully oleh teman-temannya karena tidak punya ayah. Sebelumnya, ia sering terlihat murung ketika pulang sekolah. Bocah ini kemudian ditemukan gantung diri di dapur oleh ibunya.
Kalau Googling berita tentang bullying ini pasti banyak sekali, yeorobun. Bahkan mungkin kita sendiri pernah mengalami atau menyaksikan. Walaupun bisa terjadi kepada siapa saja dan di lingkungan manapun, tapi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah selalu menarik perhatian. Miris, tragis dan memprihatinkan. Bayangkan, sampai memakan korban jiwa lo!
Mari kita renungkan dan diskusi bersama tentang kenakalan remaja yang satu ini! Supaya bisa mencegah terjadinya kasus-kasus bullying lainnya. Sekaligus, menghindarkan anak-anak kita dari perilaku nakal yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Salah Satu Isu Kenakalan Remaja yang Memprihatinkan
Menurut Kartono (ilmuwan sosiologi), kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan juvenile delinquency adalah gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya mereka melakukan perilaku yang menyimpang. Santrock mendefinisikan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.
Kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja.
Para ahli pendidikan sepakat bahwa remaja adalah seseorang yang berusia 13-18 tahun. Di rentang usia ini, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup untuk disebut dewasa.
Bentuk kenakalan remaja ini beragam, yeorobun. Ada yang masih dalam level kenakalan biasa seperti berkelahi, keluyuran, bolos sekolah atau pergi dari rumah tanpa pamit. Ada kenakalan yang menjurus pada pelanggaran aturan atau kejahatan, seperti berkendara tanpa SIM atau mengambil milik orang lain tanpa ijin. Ada pula kenakalan yang khusus seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas dan pencurian.
Nah, bentuk lain dari kenakalan remaja saat ini adalah bullying atau perundungan. Yaitu suatu bentuk intimidasi, perlawanan terhadap korban yang jauh lebih lemah dari bullies (pelaku bullying) baik dari segi fisik, kekuatan sosial, kekuatan psikologis dan faktor-faktor lain yang menghasilkan perbedaan kekuatan.
Bullying Bukan Lelucon, Nggak Lucu!
Sangat disayangkan, yeorobun, sampai saat ini masih banyak masyarakat kita yang menormalisasi perilaku bullying oleh remaja sebagai bercandaan anak-anak alias lelucon. Padahal bullying berbeda sekali dengan bercanda. Perkataan 'cuma bercanda kok' atau 'jangan dianggap serius dong', ini bukan kalimat yang bisa dibenarkan yaa…
Menurut Unicef, kalau kamu merasa terluka atau berpikir sepertinya mereka ‘menertawakanmu’ atau bukan ‘tertawa bersamamu’, maka lelucon atau candaan itu mungkin sudah terlalu jauh. Kalau terus berlanjut bahkan setelah kamu meminta mereka berhenti, maka bisa jadi itu adalah bullying.
Bagaimana menurut Kementerian PPA RI? Begini…
Bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penindasan atau perisakan) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti atau dilakukan secara terus menerus.
Sebetulnya bullying ini banyak sekali definisinya. Tetapi semuanya mengandung poin yang sama, yaitu penindasan yang dilakukan secara berulang atau terus menerus dan melibatkan ketidak seimbangan kekuatan. Intimidasi yang dilakukan bisa dalam bentuk verbal, sosial dan fisik.
Angka Bullying Masih Tinggi
Seperti yang sudah disinggung di atas, bullying bisa terjadi kepada siapa dan di mana saja. Bisa terjadi di lingkungan sekolah, tempat kerja bahkan dunia maya.
Dilansir dari news.unair.ac.id, angka kejadian bullying di Indonesia diduga masih cukup tinggi, utamanya intimidasi di kalangan remaja, meskipun data akuratnya masih belum diketahui. Kalau dirangkum, maka ada tiga poin utama:
- Sebanyak 40% remaja telah diintimidasi di sekolah dan 32% melaporkan telah menjadi korban kekerasan fisik
- Hasil survei Kementerian Sosial RI tahun 2013 menunjukkan bahwa 1 dari 2 remaja laki-laki (47,45%) dan 1 dari 3 remaja perempuan (35,05%) dilaporkan mengalami intimidasi
- Data dari Survei Kesehatan Siswa berbasis Sekolah Global (GSHS) tahun 2015 menunjukkan bahwa 24,1% remaja laki-laki dn 17,4% remaja perempuan telah mengalami perisakan
Angka-angka ini menunjukkan bahwa jumlah kejadian bullying di Indonesia masih tinggi, yeorobun. Dan, kebanyakan terjadi di kalangan remaja. Apakah ini menunjukkan bahwa kenakalan remaja masa kini semakin parah?
Remaja Tidak Stabil Secara Emosional
Dua faktor utama yang mempengaruhi kenakalan remaja, faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti krisis identitas dan kontrol diri yang lemah. Faktor eksternal seperti kondisi keluarga, teman bergaul yang kurang baik, maupun kondisi lingkungan yang negatif.
Nah, remaja berada di fase transisi atau peralihan. Mereka sedang melalui fase pencarian jati diri, sehingga kerap melakukan perbuatan-perbuatan—yang secara sadar atau tidak sadar—melanggar norma atau nakal.
Ciri khas kondisi psikologis remaja adalah punya emosi yang meledak-ledak, sulit dikendalikan, stabil, cepat merasa depresi (sedih dan putus asa), suka melawan dan memberontak. Ketidakstabilan emosi inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya bullying. Indeed, beberapa penelitian telah dilakukan terkait faktor-faktor penyebab bullying ini seperti faktor demografi, faktor sosial, gaya hidup, hingga kondisi lingkungan.
Menurut UK bullying expert, Elizabeth Nassem, seperti yang dikutip oleh Mbak Kalis Mardiasih, bullying (khususnya pada anak) disebabkan oleh kebutuhan dasar para pelaku (bullies) untuk mendapat pengakuan, perhatian dan penerimaan. Atau, bisa juga disebut sebagai cara untuk meraih popularitas di lingkungan pertemanan, yaitu dengan membuat orang lain (korban bully) terlihat lebih lemah.
Trauma Korban Seumur Hidup
Berbicara soal bullying ini mengingatkanku pada salah satu drama Korea yang baru-baru ini tayang, yeorobun. Judulnya The Glory. Drama ini mengangkat tema bullying yang sangat relatable dengan kehidupan remaja di lingkungan sekolah. Diceritakan, korban yang mengalami perundungan (parah sekali) mengalami trauma hebat hingga ia dewasa.
Serupa dengan The Glory, salah satu episode drama Tomorrow (2022) juga menceritakan keinginan seorang korban bullying untuk bunuh diri. Hampir bunuh diri bahkan. Karena trauma yang ditimbulkan dari bullying ini memang sulit sekali dihilangkan dan bisa bertahan seumur hidup.
Kalau melansir sehatq.com, bullying bisa berdampak banyak bagi korban, di antaranya masalah psikologis seperti depresi dan anxiety; masalah fisik seperti luka yang membekas, gangguan pencernaan, masalah kulit dan organ tubuh lainnya; gangguan tidur; hingga terhambat prestasi hidupnya.
Bullying juga membuat seseorang menjadi sulit percaya dengan orang lain, kehilangan rasa percaya diri, tidak bisa menyatu dengan orang-orang di sekitar. Kalau tidak ditangani dengan baik, depresi karena bullying juga bisa membuat seseorang berkeinginan untuk bunuh diri—sudah ada contoh nyatanya, ya.
Cyberbullying Tidak Kalah Meresahkan
Nah, ada satu lagi bullying yang tidak kalah meresahkan. Cyberbullying atau bullying yang terjadi di media sosial alias dunia maya. Lagi-lagi karena kondisi emosi remaja yang belum stabil, mereka gampang sekali terpengaruh oleh sosial media.
Menurut riliv.co, media sosial memang merupakan wadah untuk mengungkapkan pendapat dan berkomentar. Sayangnya, ada segelintir orang jahat yang memanfaatkan teknologi ini untuk membully orang lain.
Alasannya pun beragam, mulai dari rasa iri terhadap korban, ingin lebih populer, atau mengancam korban.
Although, menurutku penyebab utama kenapa seorang anak atau remaja bisa melakukan cyberbullying adalah karena kurangnya pengawasan orang tua.
Mari kita introspeksi, perilaku anak sebetulnya meniru orang tuanya. Dan, peran orang tua sangat penting untuk mengontrol dan mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi digital yang cerdas dan beretika, tidak hanya di dunia nyata tapi juga di dunia maya. Setuju nggak?
Remaja perlu tahu porsi yang tepat untuk bermain sosial media agar aktivitas sekolah dengan dunia luar bisa tetap seimbang. Sebagai keluarga, kita perlu mendidik mereka agar bijak dan beretika dan bersosial media.
Unicef pernah merilis sebuah artikel bagus tentang cyberbullying pada remaja ini. Cyberbullying (perundungan dunia maya) adalah bullying dengan menggunakan teknologi digital. Merujuk pada perilaku berulang-ulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan korban. Contohnya termasuk:
- Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalukan tentang seseorang di media sosial
- Mengirim pesan atau ancaman melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan di kolom komentar atau memposting sesuatu yang merendahkan seseorang
- Meniru atau berpura-pura menjadi seseorang (misal dengan akun palsu) dan mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka
- Trolling atau mengirim pesan ancaman di jejaring sosial, room chat atau game online
- Mengucilkan, mengecualikan anak-anak dari game online, aktivitas atau grup pertemanan
- Membuat situs atau grup yang berisi kebencian tentang seseorang atau dengan tujuan untuk menebar kebencian terhadap seseorang
- Menghasut anak atau remaja lainnya untuk mempermalukan seseorang
- Memberikan suara untuk menentang dalam jajak pendapat yang melecehkan
- Membajak atau mencuri identitas online untuk mempermalukan seseorang atau membuat onar dengan nama mereka
- Memaksa anak atau remaja agar mengirimkan gambar sensual atau terlibat dalam percakapan seksual
Celakanya, cyberbullying ini tidak bisa dihapus, yeorobun. Ingatlah bahwa jejak digital itu abadi. Sekali terlibat dalam cyberbullying, selamanya jejak digital di internet tidak bisa dihapus. Selain bisa merugikan, hal ini juga bisa menjadi catatan khusus bagi masyarakat luas.
Apakah ada kasus cyberbullying yang terjadi dan diberitakan? Ada! Bahkan banyak. Komentar negatif dan tekanan sosial media yang menjurus ke perkara intimidasi ternyata banyak. Salah satunya adalah peristiwa pengeroyokan siswi SMP oleh siswi SMA di Pontianak beberapa waktu lalu. Kasus ini awalnya hanya bermula dari bullying di media sosial. Namun malah berakhir menjadi kasus kriminal bagi anak.
Cyberbullying ini dapat dikatakan sebagai kenakalan remaja karena nyatanya bisa membuat korban tersakiti secara psikologis. Itulah mengapa cyberbullying ini juga sama meresahkan seperti bullying di dunia nyata.
Yuk, Cegah Bullying!
Banyaknya kasus bullying yang terjadi di sekitar kita memang memprihatinkan dan bikin ngelus dada. Padahal, negara telah berkomitmen untuk mengakui dan melindungi hak atas anak. Hal ini dijamin dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Masalah bullying pada anak atau remaja ini adalah problem yang masif dan melibatkan banyak pihak. Upaya pencegahan bullying (apapun bentuknya, baik di dunia nyata maupun maya) tidak bisa hanya dilakukan tanpa kerjasama semua pihak. Baik anak atau remaja itu sendiri, orang tua, pihak sekolah atau instansi pendidikan, lingkungan pertemanan, masyarakat, pemerintah hingga media harus bergerak bersama.
Kementerian PPA RI merilis beberapa upaya pencegahan bullying untuk diperhatikan dan dilaksanakan secara terpadu.
- Pencegahan melalui anak - dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying; mampu melawan dan membela diri ketika dibully; serta memberikan bantuan kepada korban ketika menyaksikan bullying.
- Pencegahan melalui keluarga/orang tua - meningkatkan ketahanan keluarga dan memperkuat pola pengasuhan yang dilakukan dengan cara:
- Menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama
- Memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini
- Membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan ketegasan anak serta mengembangkan kemampuan untuk bersosialisasi
- Menanamkan etika terhadap sesama
- Mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari media massa dan internet
- Pencegahan melalui Sekolah - sekolah hendaknya merancang dan membuat desain program pencegahan anti bullying; membangun komunikasi efektif antara guru dan murid; menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman dan kondusif; menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully; serta menjaga komunikasi dengan wali murid atau komite sekolah.
- Pencegahan melalui masyarakat - dengan membangun kelompok masyarakat yang peduli pada perlindungan anak yang terintegrasi, dimulai dari tingkat desa atau kampung.
Penutup
The last but not least, sebagai orang tua alangkah baiknya jika kita bisa mendampingi setiap proses tumbuh kembang anak, bukan hanya di fase kanak-kanak. Justru, di fase remaja ketika anak sibuk mencari jati diri inilah orang tua perlu hadir sebagai role model, sahabat dan guru yang mengarahkan dan memberi panutan. Jangan sampai anak terjerumus dalam kasus bullying atau kenakalan remaja lainnya.
Apapun bentuknya, bullying sangat merugikan bagi korban maupun pelaku. Oleh karena itu, jika kamu menyaksikan peristiwa bullying, atau menjumpai orang yang menjadi korban bullying, jangan biarkan mereka berjuang sendiri. Berikan bantuan dengan melaporkan pihak berwenang. Lalu ajak dan temani mereka ke psikolog atau tenaga profesional untuk mendapatkan bantuan psikologis yang seharusnya.
Semoga anak-anak kita terhindar dari bullying dan segala jenis kenakalan remaja yang berpotensi merusak masa depan mereka. Semoga kita selalu diberi kekuatan untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita. Dan, semoga artikel ini bisa bermanfaat untukmu, ya!
Referensi
- Bullying - https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/8e022-januari-ratas-bullying-kpp-pa.pdf
- Apa Itu Cyberbullying? - https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying
- Bullying Media Sosial Bentuk Baru Kenakalan Remaja - https://riliv.co/rilivstory/bullying-media-sosial/
- Memahami Fenomena Bullying di Kalangan Remaja Indonesia - https://news.unair.ac.id/2019/09/02/memahami-fenomena-bullying-di-kalangan-remaja-indonesia/
- 7 Dampak Bullying yang Berbahaya bagi Kesehatan Mental dan Fisik - https://www.sehatq.com/artikel/dampak-bullying-tak-hanya-sesaat-tapi-seumur-hidup
- Ketahui Dampak Bullying pada Pelaku, Korban dan Orang yang Menyaksikannya - https://www.suara.com/health/2021/01/09/070500/ketahui-dampak-bullying-pada-pelaku-korban-dan-orang-yang-menyaksikannya
- Miris Seorang Siswa MTS Meninggal Dunia Akibar Bullying di Sekolah -https://www.kompas.tv/article/300028/miris-seorang-siswa-mts-meninggal-dunia-akibat-bullying-di-sekolah
Post a Comment
Post a Comment