As expected, buku adalah salah satu media healing dan traveling paling murah dan mudah, khususnya bagi kaum rebahan—yang mendambakan keliling dunia tapi mageran—sepertiku. Melalui buku yang ditulis Mbak Desi Anwar ini, aku bukan hanya mendapat pencerahan dari banyak sosok terkenal, termasuk sang penulis sendiri, tapi juga bisa healing ke tempat-tempat hidden gem di berbagai belahan dunia.
Inspiring, insightful, peaceful dan valuable. Kesan-kesan itulah yang membekas dalam benakku ketika membaca buku ini. Kamu bisa traveling ke berbagai negara hanya modal duduk manis dan kopi panas, ditemani suara hujan atau alunan musik favorit di telinga. Ahh, mantap!
Bayangkan bagaimana sensasinya bertemu dengan tokoh-tokoh penting dunia seperti Dalai Lama, Margaret Thatcher, Barack Obama hingga Bill Gates. Inilah yang kamu rasakan ketika membaca tulisan penulis. Siapkan imajinasimu yang paling jauh, paling bebas, untuk berpetualang bersama Desi Anwar dalam Faces and Places: A Traveler’s Note! Let’s go…
A Traveler's Note: 35 Tempat dan 50 Orang yang Menginspirasi Desi Anwar
Sesuai judulnya, Faces and Places: A Traveler’s Note adalah catatan perjalanan penuh inspirasi dari seorang Desi Anwar ketika melancong ke 35 tempat di dunia dan bertemu dengan 50 orang dari berbagai latar belakang.
Judul: Faces and Places, A Traveler’s Note
Penulis: Desi Anwar
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2016 (cetakan pertama)
Bahasa: Inggris dan Indonesia
Halaman: xi + 382
Genre: Non Fiksi
Jujurly, aku kurang ahli urusan mengulas buku, yeorobun. Karena aku lebih terbiasa menulis ulasan drama Korea ketimbang buku, walaupun sebetulnya nggak jago-jago juga.
Tapi khusus buku favorit yang sangat memorable buatku ini aku akan berusaha semampuku untuk menghadirkan rasa dan sensasi yang aku alami saat menyelami perjalanan-perjalanan sang penulis. Meski tidak mungkin bisa menyaingi kemampuan linguistik sang penulis, tapi semoga ada poin berharga yang bisa kamu ambil di dalamnya.
Kesanku Membaca Faces and Places
Awalnya aku sempat mengira kalau buku ini berisi tips-tips traveling ala Desi Anwar. Ternyata aku salah. Tidak ada detail itinerary wisata satu pun di dalamnya! Sebagai gantinya, aku justru mendapat banyak inspirasi dan insight dari buku setebal 400 halaman ini.
Faces and Places lebih cocok disebut diary sang penulis. Pasalnya, buku ini memuat banyak sekali pengalaman Desi Anwar yang sulit dilupakan, bukan hanya bagi sang penulis tapi juga bagi bloger cupu sepertiku. Jadi kalau kamu berharap nyari referensi itinerary wisata ke Eropa atau Machu Picchu dari buku ini, wah maaf, kamu salah alamat ya…
Anyway, buat kamu yang belum kenal siapa Desi Anwar, let me tell you first. Desi Anwar adalah jurnalis senior Indonesia yang sudah malang melintang di dunia jurnalistik Tanah Air. Pernah bekerja di RCTI, menjadi tokoh penting di Metro TV, lalu reporter di Trans TV, kemudian sekarang 'berumah tetap' di CNN Indonesia.
Sosok yang cerdas, cakap, kreatif dan profesional. Kamu mungkin berpendapat kalau Desi Anwar ini ngomongnya kayak dibuat-buat ketika berbahasa Indonesia. Tapi percayalah, sang jurnalis memang lebih jago berbahasa Inggris ketimbang Indonesia. Sebab, sebagian besar hidupnya dihabiskan di London, alih-alih di Indonesia.
Dengan demikian, otomatis Faces and Places ini pure seratus persen berbahasa Inggris. Bagiku yang kemampuan bahasa Inggrisnya pas-pasan memang butuh waktu untuk bisa mengkhatamkan satu buku. Karena harus baca dulu, mengartikan, lalu mencerna maknanya, baru bisa ngerti oohh gini maksudnya. Jadi otakku dipaksa kerja rodi nih ketika baca buku ini. Tapi gapapa, aku rela. Sekalian latihan bahasa, latihan imajinasi, biar otakku nggak tumpul.
But, no need to worry! Buku ini ada yang versi bahasa Indonesia kok. Jadi memang sengaja ditulis dan diterbitkan dalam dua bahasa, Indonesia (sampul warna biru muda) dan Inggris (sampul warna kuning).
Aku juga sengaja beli versi Inggrisnya tahun 2019 dulu, karena ya… biar keliatan keren aja baca buku bahasa Inggris! Hahaha, enggak lah. Karena yang bahasa Indonesia saat itu lagi out of stock. Sedangkan kesabaranku setipis tisu, yeorobun, mana tahan mau nunggu restock dulu.
Well… Catatan-catatan yang ditulis Desi Anwar ini kebanyakan adalah pengalaman yang dilakukan antara tahun 2010-2013. Walaupun ada juga kejadian tahun 1997, 2014 bahkan 2015. Yah memang kejadian-kejadiannya sudah lumayan jadul, tapi nilai-nilai dan inspirasi di dalamnya masih sangat relatable alias relevan dengan zaman sekarang.
Jaminan healing dan inspirasi bertubi-tubi dari 35 tempat dan 50 tokoh yang dirangkum oleh penulis. Mulai dari perjalanan ramah kantong di dalam negeri seperti Bali, Joga, Belitung, Kupang bahkan Malang. Hingga traveling yang bikin kantong bolong seperti ke negara Kawasan Himalaya, Jepang, Paris, New York, Macau dan Machu Picchu. Dahlah, pokoknya banyak banget yang dikunjungi Desi Anwar ini. Bikin ngiler bacanya sekaligus ngenes karena cuma membayangkan aja.
Bahasanya santai dengan penyampaian yang mengalir. Meski buku ini masuk kategori non fiksi, tapi bacanya tidak bikin bosan atau ngantuk. Justru malah bikin mata melek byarrr! Aku suka nih kalau baca buku non fiksi begini.
Even though banyak menceritakan kejadian dan kondisi di luar negeri, bukan berarti sang penulis tidak mencintai negeri sendiri. Justru dengan menulis dan belajar tentang negara lain kita bisa lebih menghargai dan mencintai Indonesia. Kesan tentang nasionalisme Desi Anwar ini tersirat dalam lembar-lembar cerita yang ditulis di buku ini.
“And what better way to gain perspectives on one’s life and appreciate my own country other than to travel to another part of the globe?” (Desi Anwar on Faces and Places, 2016)
Senang sekali baca buku Faces and Places ini, karena rasanya sang penulis bukan cuma cerita tapi mengajak pembaca untuk ikut jalan-jalan dengannya.
Nah, yang paling aku sukai dari buku ini adalah ilustrasi-ilustrasi full color di dalamnya. Buku ini bukan cerita bergambar ya, sekali lagi ini buku non fiksi. Cerita Desi Anwar bertemu dengan Dalai Lama, Margaret Thatcher, Ramos Horta, Bill Gates hingga musisi Kitaro benar-benar nyata kejadiannya. Bukan karangan atau rekayasa.
Tapi, di beberapa halaman ada ilustrasi-ilustrasi menarik dan penuh warna tentang topik-topik yang Mbak Desi ceritakan. Kehadiran gambar-gambar ini bikin aku makin betah baca walaupun harus mikir keras karena beberapa kosakatanya tidak aku mengerti. But, I admire, put the illustrations here was such an excellent idea. Jadi penasaran, yang bikin gambar siapa ya? Ilustrator yang namanya tertulis di halaman depan buku kah?
Bagian-bagian Paling Memorable
Kalau kamu minta aku menulis sinopsis atau resensi buku ini, maaf aku tidak sanggup, yeorobun. Cerita di buku terlalu kaya dan rasanya tuh semuanya penting. Setiap tokoh, tempat dan peristiwa selalu membawa pengalaman baru bagi Desi Anwar—yang kemudian dibagikan juga ke pembaca.
Jujur, aku bingung mana yang menjadi bagian terbaik buku ini. Tapi kalau memang harus memilih, maka bagian ketika Desi Anwar bertemu Dalai Lama adalah catatan yang paling aku sukai. Paling memorable, unforgettable, irreplaceable dan able-able lainnya deh pokoknya!
“His Holiness the Dalai Lama is probably the most well-known figure on the planet, and one of the most respected and influential human beings currently alive. Meeting him in person was certainly a privilege and a blessing.” (Desi Anwar on Faces and Places, 2016)
Agaknya, blessing yang dirasakan Mbak Desi ini nyampe ke aku sebagai pembaca. Itu pula yang aku rasakan ketika menyelami bab berjudul “The Dalai Lama.” Terlepas dari agama yang diajarkan, tapi dunia memang mengakui bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi yang disebarkan oleh Dalai Lama adalah kebenaran dan keindahan.
Ketika Desi Anwar bertanya langsung kepada Dalai Lama, siapakah ia sebenarnya, sang guru menjawab bahwa dirinya hanyalah manusia biasa yang hidup di antara enam miliar manusia di dunia. Sungguh suatu nilai ketawadhu'an dan kerendahan hati yang luar biasa dari sosok yang disucikan umat Budha di seluruh muka Bumi ini. Agamaku juga mengajarkan ketawadhu'an sedemikian.
Di kesempatan lain, Desi Anwar juga melancong ke Batu, Malang, kota yang menjadi tempat kelahiranku. Suatu kehormatan bagiku karena kampung halaman hamba yang kuper dan cupu ini ternyata pernah dikunjungi oleh seorang Desi Anwar.
Di sana, Mbak Desi bertemu dengan Munir, anak peternak sapi di desa Gunungsari. Ia menceritakan bagaimana rutinitas Munir beternak sapi perah sehari-hari. Benar-benar menggambarkan kondisi kampung halaman yang selalu aku rindukan.
Indeed, cerita tentang Munir si peternak sapi ini membuatku teringat sosok almarhum Munir, aktivis HAM yang meninggal tahun 2004 silam. Sebab, almarhum juga berasal dari kota kami, Kota Batu, yang dijuluki de Kleine of Switzerland—Swiss kecil di pulau Jawa. Aku tidak perlu menjelaskan siapa Munir Said Thalib ini kan? Cukup kita hadiahkan alfatihah untuk beliau.
Terakhir, bagian yang menurutku paling berkesan dari buku ini adalah perjalanan Desi Anwar ke Bhutan dan Nepal.
“Bhutan should be on everyone’s bucket list. It was certainly on mine. Go there before the pull of modernity transforms the face of the country to something less photogenic.” (Desi Anwar on Faces and Places, 2016)
Bhutan konon adalah negara paling bahagia di dunia, di mana alam masih terjaga dan belum terjamah kebijakan eksploitasi keserakahan manusia. Dimana masyarakat hidup rukun dan damai di bawah kepemimpinan raja yang masih muda dan tampan. Semuanya sebanding dengan mahalnya ongkos yang harus dikeluarkan untuk berwisata ke Bhutan. Haha.
Yah, traveling ke kawasan Pegunungan Himalaya memang tidak murah, yeorobun. Bukan hanya Bhutan, Nepal juga tidak jauh berbeda agaknya. Kala itu Desi Anwar berkunjung ke Nepal beberapa tahun sebelum Nepal diguncang gempa dahsyat berkekuatan 7,8 magnitudo pada April 2015.
Nah, aku suka sekali bagaimana cara Mbak Desi menggambarkan situasi di Kathmandu dan sekitarnya. Hiruk pikuk warganya yang masih menjunjung tinggi nilai kultural. Ada juga kuil berusia 2000 tahun yang di dalamnya banyak sekali monyet-monyet liar. Apa yang diceritakan Mbak Desi ini benar-benar cocok dengan yang Rowoon tunjukkan dalam liburannya ke Nepal tahun 2019.
Kalau Desi Anwar ke Nepal sebelum gempa, Rowoon ke tempat yang sama setelah gempa melanda. Jejak-jejak kedahsyatan gempa yang memakan korban ribuan jiwa itu masih terpampang nyata di sana, meski keindahan alam dan budayanya tetap utuh terjaga.
Summary
Faces and Places: A Traveler’s Note by Desi Anwar adalah buku non fiksi yang berisi catatan perjalanan sang penulis. Buku ini sarat dengan inspirasi sekaligus nilai rekreasi dan healing yang bermanfaat sekali bagi pembaca. Aku merekomendasikan buku ini bagi kamu yang suka traveling atau bermimpi keliling dunia.
Faces and Places ini mampu membuka perspektif baru bagi pembaca tentang tokoh penting, tokoh inspiratif maupun tempat-tempat menarik dari berbagai belahan dunia. Tertarik membaca, yeorobun? Any idea about your traveling plan? Ceritakan di kolom komentar yaa…
Desi Anwar adalah salah satu jurnalis senior yang jadi favorit saya, suka banget kalau sudah wawancara tokoh bisa menggali keterangan lebih mendalam. Padahal sudah lumayan lama ya bukunya, tapi aku belum kesampaian bacanya, sepertinya menarik dan cocok buat dibaca saat me time.
ReplyDeleteDesi Anwar ini emang keren banget, salah satu jurnalis yang aku favoritkan selain Najwa Shihab. Jadi penasaran sama bukunya deh aku. Sek, aku cari di Ipusnas. ❤️❤️
ReplyDeleteWah tosss ... Saya pun mengoleksi buku karya desi anwar ini. Kemampuannya menulis sosok dan profil kota sangat memikat ya.
ReplyDeleteDesi Anwar sih tak diragukan lagi.. kepiawaiannya bercerita pasti bikin pembaca serasa ikut jalan² ya.
ReplyDeleteAku sebenarnya lebih suka buku non fiksi dari hasil pengalaman pribadi penulisnya ya kan. Lebih dapat informasinya. Dan lebih detail.Ya seperti buku Face dan Places ini.
ReplyDeleteWaah baru tahu Desi Anwar mengeluarkan buku, lama ga da kabar ternyata beliau eksisnya di luar yaa.
ReplyDeletePengalaman beliau pasti luar biasa dituangkan dalam buku.(gusti yeni)
Wah wajib banget punya bukunya layaknya niy mba, saya belum baca dan belum punya bulunya selalu menarik kalau udah buku buku traveling buat saya
ReplyDeleteSaya jadi kepo dengan bukunya .. bagus banget kayaknya secara Desi Anwar presenter perempuan pertama yang keren di masa nya..
ReplyDeleteJadi pingin beli bukunya nih..saya pribadi juga suka dg Desi Anwar yg mmg piawai berbahasa Inggris juga punya byk pengalaman Travelling ke seluruh dunia, ada 2 versi ya ternyata bukunya
ReplyDeleteMembaca buku orang orang yang ahli menulis memang membuat kita jadi minder ya.. Tapi bisa sekaligus menjadi inspirasi.. Desi Anwar ini misalnya.. Kita mungkin ngiranya dia ngasih tips and tricks traveling.. Eh taunya berbeda dan jauh lebih menarik.. Keren ulasannya
ReplyDeleteDesi Anwar ini memang terkenal banget ya. Soal pengalamannya gak perlu diragukan lagi. Dari RCTI, Metro Tv dan Trans 7 dia pernah di dalamnya.. Wajar sih kalau nulis pastinya ide out of the box kaya bukunya yang satu ini
ReplyDeleteKisah orang hebat kalau tidak dibukukan baka jadi angan angan saja. Makanya saya yakin apapun profesimu selagi belum menulis, kenanga hanya sebatas angin berlalu
ReplyDelete